Rabu, 08 Oktober 2008

syok hipovolemik

PENGENALAN
LATAR BELAKANG
Syok hipovolemik merujuk keada suatu keadaan di mana terjadi kehilangan cairan tubuh dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ failure akibat perfusi yang tidak adekuat. Syok hipovolemik ini paling sering timbul setelah terjadi perdarahan hebat (syok hemoragik). Perdarahan eksternal akut akibat trauma tembus dan perdarahan hebat akibat kelianan gastrointestinal merupakan 2 penyebab syok hemoragik yang paling sering ditemukan. Syok hemoragik juga bisa terjadi akibat perdarahan internal akut ke dalam rongga toraks dan rongga abdomen.
2 penyebab utama perdarahan internal adalah terjadinya trauma pada organ dan ruptur pada aneurysme aortic abdomen. Syok hipovolemik bisa merupakan akibat dari kehilangan cairan tubuh lain selain dari darah dalam jumlah yang banyak. Contoh syok hipovolemik yang terjadi akibat kehilangan cairan lain ini adalah gastroenteritis refraktrer dan luka bakar hebat. Objektif dari keseluruhan jurnal ini adalah terfokus kepada syok hipovolemik yang terjadi akibat perdarahan dan pelbagai kontroversi yang timbul seputar cara penanganannya.
Kebanyakan trauma merbahaya ketika terjadinya perang sekitar tahun 1900an telah memberi kesan yang angat signifikan pada perkembangan prinsip penanganan resusitasi syok hemoragik. Ketika Perang Dunia I, W.B. Cannon merekomendasikan untuk memperlambat pemberian resusitasi cairan sehingga penyebab utama terjadinya syok diatasi secara pembedahan. Pemberian kristalloid dan darah digunakan secara ekstensif ketika Perang Dunia II untuk menangani pasien dengan keadaan yang tidak stabil. Pengalaman yang di dapat semasa perang melawan Korea dan Vietnam memperlihatkan bahawa resusitasi cairan dan intervensi pembedahan awal merupakan langkah terpenting untuk menyelamatkan pasien dengan trauma yang menimbulkan syok hemoragik. Ini dan beberapa prisip lain membantu dalam perkembangan garis panduan untuk penanganan syok hemoragik kaibat trauma. Akan tetapi, peneliti-peneliti terbaru telah mempersoalkan garis panduan ini, dan hari ini telah timbul pelbagai kontroversi tentang cara penanganan syok hemoragik yang paling optimal.

PATOFISIOLOGI
Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan cara mengaktifkan 4 sistem major fisiologi tubuh: sistem hematologi, sistem kardiovaskular, sistem renal dan sistem neuroendokrin.system hematologi berespon kepada perdarahan hebat yag terjadi secara akut dengan mengaktifkan cascade pembekuan darah dan mengkonstriksikan pembuluh darah (dengan melepaskan thromboxane A2 lokal) dan membentuk sumbatan immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak akan mendedahkan lapisan kolagennya, yang secara subsekuen akan menyebabkan deposisi fibrin dan stabilisasi dari subatan yang dibentuk. Kurang lebih 24 jam diperlukan untuk pembentukan sumbatan fibrin yang sempurna dan formasi matur.
Sistem kardiovaskular awalnya berespon kepada syok hipovolemik dengan meningkatkan denyut jantung, meninggikan kontraktilitas myocard, dan mengkonstriksikan pembuluh darah jantung. Respon ini timbul akibat peninggian pelepasan norepinefrin dan penurunan tonus vagus (yang diregulasikan oleh baroreseptor yang terdapat pada arkus karotid, arkus aorta, atrium kiri dan pembuluh darah paru. System kardiovaskular juga merespon dengan mendistribusikan darah ke otak, jantung, dan ginjal dan membawa darah dari kulit, otot, dan GI.
System urogenital (ginjal) merespon dengan stimulasi yang meningkatkan pelepasan rennin dari apparatus justaglomerular. Dari pelepasan rennin kemudian dip roses kemudian terjadi pembentukan angiotensi II yang memiliki 2 efek utama yaitu memvasokontriksikan pembuluh darah dan menstimulasi sekresi aldosterone pada kortex adrenal. Adrenal bertanggung jawab pada reabsorpsi sodium secra aktif dan konservasi air.
System neuroendokrin merespon hemoragik syok dengan meningkatkan sekresi ADH. ADH dilepaskan dari hipothalmus posterior yang merespon pada penurunan tekanan darah dan penurunan pada konsentrasi sodium. ADH secara langsung meningkatkan reabsorsi air dan garam (NaCl) pada tubulus distal. Ductus colletivus dan the loop of Henle.
Patofisiology dari hipovolemik syok lebih banyak lagi dari pada yang telah disebutkan . untuk mengexplore lebih dalam mengenai patofisiology, referensi pada bibliography bias menjadi acuan. Mekanisme yang telah dipaparkan cukup efektif untuk menjaga perfusi pada organ vital akibat kehilangan darah yang banyak. Tanpa adanya resusitasi cairan dan darah serta koreksi pada penyebab hemoragik syok, kardiak perfusi biasanya gagal dan terjadi kegagalan multiple organ.

CLINICAL
History:
• Pada pasien dengan kemungkinan terjadi syok hipovolemik, riwayat sangat penting untuk menjelaskan kemungkinan yang menjadi penyebab dan menjadi bahan pemeriksaan.
• Symptom syok seperti lemah, bingung, kepala ringan, dll, harus diperhatikan.
• Pada pasien dengan trauma, pemaparan mengenai mekanisme trauma dan informasi lain mengenai keadaan tempat kejadian (mis; keruskan pada stir mobil).
• Bila sadar, pasien mungkin bisa menindikasikan letak nyeri.
• Tanda vital, keadaan sebelum dansetelah sampai di rumah sakit harus dicatat.
• Nyeri dada, abdomen, atau punggung bias mengindikasikan adanya vascular disorder.
• Tanda klasik dari aneurysma pada thorak adalah nyeri yang menyebar bagian punggung. Aneurysma aorta abdominal juga biasanya mengakibatkan sakit pada perut atau punggung.
• Pada pasien dengan perdarahan GI, tanyakan tentang riwayat melena, minum alcohol penggunaan obat OAINs dan koagulopathies.
o Kronology mengenai muntah dan hematemesis harus dijelaskan.
o Pasien dengan hematemesis setelah beberapa episode muntah berat biasanya menderita Boerhaave syndrome atau Mallory weiss tear, adapun pada pasien dengan riwayat hematemesis dari awal biasanya menderita ulkus peptic dan varices esophagus.
• Apabila dipertimbangkan akibat masalah gynekologi, dapatkan informasi mengenai : periode mens terakhir, factor resiko untuk kehamilan ektopik, perdarahan vaginal, serta rasa nyeri. Semua wanita yang telah melewati masa pubertas harus mendapatkan tes kehamilan.
Pemeriksaan fisis :
Pada pemeriksaan fisis harus selalu dimulai dengan pemeriksaan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi. Keadaan tersebut harus di evaluasi dan di stabilisasi, untuk sirkulasi harus diperhatikan tanda-tanda syok.
Jangan menjadikan tekanan darah sistolik sebagai indikator utama syok. Mekanisme kompensasi mencegah penurunan tekanan darah sistolik hingga pasien mengalami kehilangan darah sebanyak 30% . perhatian lebih harus ditekankan pada pulse nadi, rate respirasi, dan perfusi kulit. Juga pada pasien yang mengkomsumsi Beta-blokers, takikardi mungkin tidak muncul, tergantung dari derajat syok.
Pembagian dari derajat perdarahan telah didefenisikan, berdasarkan presentasi dari darah yang telah hilang. Walau begitu, kejelasan antar class pada pasien hipovolemik jarang nampak. Penatalaksanaan harus agresif dan langsung berespon kepada terapi dari pada terpaku pada klasifikasi.
• Class I (kehilangan darah sekitar 0-15%)
o Pada keadaan dimana tidak ada komplikasi, hanya takikardi yang minimal yang terlihat.
o Umumnya , tidak ada perubahan pada tekanan darah, denyut dan tekanan nadi, dan rate pernafasan.
o Perlambatan pada pengisian kapiler sekitar lebih dari 3 detik mengindikasikan kehilangan volume sebesar 10 %.
• Class II (kehilangan darah sekitar 15-30%)
o Gejala klinik termasuk takikardi (rate > 100x/mnt), takipnea, penurunan tekanan nadi, kulit mulai dingin, perlambatan pengisian kapiler, dan kecemasan.
o Penurunan tekanan nadi ialah akibat peningkatan katekolamine, yang mengakibatkan peningkatan resistensi vascular perifer, dan peningkatan tekanan diastolic.
• Class III (kehilangan darah sekitar 30-40%)
o Pada point ini, pasien umumnya mengalami takipnea dan takikardi,penurunan tekanan darah sistolik, oligouria, dan perubahan pada mental status, sepeti konfusi.
o Pasien tanpa trauma atau kehilangan cairan, 30-40 % sangat kecil pada kehilangan darah yang dapat mengakibatkan penurunan takanan sistolik.
o Kebanyakan dari pasien pada class ini membutuhkan transfuse darah, tetapi pemilihan untuk mengunakan darah harus sesuai dengan kebutuhan.
• Class IV (kehilangan darah sekitar >40%)
o Gejala termasuk : takikardi, penurunan tekana darah sistolik, menyempitnya tekanan nadi (diastoliknya tak terhitung), penurunan atau tidak ada produksi urin, dingin dan pucat pada kulit.
o Pada kasus perdarahan seperti ini memerlukan penatalaksanaan yang secepatnya.
• Pada pasien trauma, perdarahan selalu di asumsikan sebagai penyebab shock. Walau begitu, kita harus memeikirkan kausa lain yang bias menyebabkan syok. Antara lain cardiac tamponade, tension pneumothoraks dan spinal cord injury.
• Ada 4 area yang dapat mengancam keselamatan apabila terjadi perdarahan pada area tersebut : dada, abdomen, pinggul, dan tungkai.
o Dada harus diauskultasi untuk mendeteksi suara nafas yang lemah, karena perdarahan yang mengancam keselamatan dapat berasal dari myocardial, pembuluh darah, atau robekan pada paru.
o Abdomen harus diperiksa,apakah ada jejas atau distensi, yang mungkin mengindikasikan adanya trauma abdomen.
o Pinggul harus diperhatikan apakah ada deformitas atau pembesaran (tanda-tanda fraktur femur dan perdarahan pada pinggul)
o Seluruh badan pasien harus diperiksa, kemungkinan adanya perdarahan di tempat lain
• Pada pasien tanpa trauma, mayoritas perdarahan biasanya di abdomen. Abdomen harus di periksa apakah lembut, distensi, atau memar. Cari tanda-tanda atau riwayat aneurysma aorta, ulkus peptik, atau kongesti pada hati. Juga cek tanda memar ataupun perdarahan.
• Pada pasien yang hamil, lakukan pemeriksaan mengunakan speculum. Apabila ,perdarahan terjadi pada trimester ke tiga, pemeriksaan dilakukan secara “double set-up” pada kamar operasi. Check abdomen, rahim, atau adnexa.
Penyebab :
Penyebab shock hipovolemik akibat perdarahan antara lain trauma, vascular, GI, ataupun kehamilan.
• Kausa trauma bias disebabkan akibat trauma terbuka atau trauma tertutup. Umumnya perlukaan akibat trauma dapat mengakibatkan syok antara lain : laserasi atau rupture miokardial, laserasi pada pembuluh darah besar, trauma pada organ dalam cavum abdomen, fraktur pada pelvis dan femur dan laserai pada kulit kepala.
• Gangguan pembuluh darah dapat mengakibatkan kehilangan darah yang signifikan, antara lain aneurysma, dan arterivenous malformation.
• Gangguan pada GI dapat mengakibatkan syok hemoragik antara lain : perdarahan pad avarices esophagus, Mallory-Weiss tears, n aortaintestinal fistula.
• Gangguan pada kehamilan termasuk rupture pada kehamilan ektopik, placenta previa, dan abrupsi placenta. Hypovolemik syok akibat kehamilan ektopik dengan pasien tes kehamilan negatif jarang tapi telah ada laporannya.
WORKUP Section 4 of 9
Lab Studies:
• Setelah anamnesis riwayat penyakit atau kejadian telah diambil dan pemeriksaan fisis telah dilakukan, pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai dengan penyebab yang mungkin menyebabkan keadaan hipovolemik, seiring dengan keadaan pasien yang mulai stabil.
• Pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan antara lain CBC, kadar elektrolit, prothrombin time, activated partial thromboplastin time, ABGs, and urinalysis. Golongan darah harus di cek dan di cocokkan.
Imaging Studies:
• Pada pasien dengan keadaan hipotensi atau keadaannya tidak stabil pertama kali yang dilakukan adalah pemberian resusitasi yang adekuat. Penatalaksanaan ini merupakan prorioritas penting disbanding pemeriksaan radiology, dan mungkin termasuk intervensi yang secepatnya dan secepatnya pasien dimasukkan kedalam kamar operasi.
• The workup for the patient with trauma and signs and symptoms of hypovolemia is directed toward finding the source of blood loss.
• Pemeriksaan penunjang pada pasien dengan trauma disertai tanda dan gejala hipotensi, langsung dilakukan pada sumber dimana ditemukan perdarahan.
• Pada pasien non trauma dengan syok hipovolemik diperlukan pemeriksaan USG apabila di curigai adanya aneurysma aorta abdominal. Bila dicurigai perdarahan GI, pemasangan nasogastric tube harus dilakukan serta gastri lavage harus dilakukan. Foto thoraks harus dilakukan bila adanya perforasi dari ulkus atau kemungkinan Boerhaave syndrome. Endoscopy bias dilakukan pada pemeriksaan lebih lanjut untuk mencari lokasi perdarahan.
• Tes kehamilan harus dilakukan pada semua pasien wanita yang telah melewati masa pubertas. Bila pasien hamil dan dalam keadaan syok, konsul bedah dan pertimbangan pemeriksaan USG haru dilakukan pada runag gawat darurat.
• Apabila diduga diseksi thorak setelah dilakukan pemeriksaan radiographic, maka pemeriksaan penunjang bisa termasuk transesophageal echocardiography, aortography, or CT scan thoraks.
• Apabila diduga ada trauma pada abdomen, maka pemeriksaan FAST (Focused Abdominal Sonography for Trauma) ultrasound, bisa dilakukan pada pasien yang stabil maupun tidak stabil. CT scan dilakukan pada pasien yang stabil.
Apabila didug ada fraktur tulang panjang, pemeriksaan radiologi harus dilakukan.


PENANGANAN
Perawatan pre-hospital: penanganan pasien dengan syok hipovolemik selalunya dimulai dari tempat kejadian atau dari rumah. Tim penanganan pre-hospital haruslah mengusahan untuk mencegah terjadinya trauma sekunder, mengtranspor pasien secepat mungkin dan memulakan perawatan yang sesuai di tempat kecelakaan terjadi.
• Pencegahan kecederaan sekunder biasanya diberikan pada pasien dengan trauma. Servikal spine haruslah immobile, dan pasien harus diekstrikasikan sekiranya situasi memungkinkan dan dialihkan ke tandu. Membelat fraktur bisa meminimalkan cedera neurovaskular dan perdarahan.
• Walaupun pada sesetangah kasus stabilisasi dapat memberikan manfaat, transpor cepat ke rumah sakit masih merupakan aspek terpenting dari penanganan pre-hospital. Penanganan definitif dari syok hipovolemik biasanya memerlukan rumah sakit, dan kadang-kadang intervensi pembedahan. Sebarang keterlambatan pada penanganan definitif seperti menangguhkan transpor, berpotensi untuk menimbulkan bahaya.
• Kebanyakan intervensi pre-hospital melibatkan immobilisasi pasien (sekiranya ada trauma), membebaskan jalan nafas, memastikan ventilasi dan memaksimalkan sirkulasi. Perawatan yang sesuai biasanya bisa dimulai tanpa menangguhkan transportasi. Sesetengah prosedur, seperti memulaikan pemberian cairan secara IV atau membelat fraktur bisa dilakukan sewaktu pasien diekstrikasikan. Akan tetapi, semua prosedur yang bisa memperlambat transportasi hendaklah ditangguhkan. Manfaat pemberian cairan IV di lapangan sebelum keluar dari tempat kejadian tidaklah terlalu jelas, akan tetapi pemasangan IV dan pemberian resusitasi harus dimulai dan diteruskan apabila pasien dalam perjalanan untuk mendapatkan penanganan definitif.
• Pada tahun-tahun belakangan, telah banyak diperdebatkan tentang penggunaan military antishock trousers (MAST). MAST diperkenalkan pada tahun 1960 dan berdasarkan laporan-laporan penanganan yang berjaya dilakukan, penggunaan MAST menjadi terapi standar untuk perawatan pre-hospital syok hipovolemik pada akhir tahun 1970. sampai pada tahun 1980, American College of Surgeons Committee on Trauma telah memasukkan penggunaan MAST ini sebagai perawatan standar bagi semua pasien trauma dengan tanda dan gejala syok. Sejak itu, penelitian gagal menunjukkan peninghatan hasil penanganan dengan penggunaan MAST. Oleh itu, American College of Surgeons Committee on Trauma tidak lagi merekomendasikan penggunannya.

Penanganan di UGD: ada tiga objektif yang ingin dicapaiu di UGD pada pasien syok hipovolemik seperti berikut: (1) memaksimalkan pemberian oksigen – lengkap dengan memastikan pemberian ventilasi yang adekuat, meningkatkan saturasi oksien ke dalam darahdan mengembalikan aliran darah, (2) mengontrol perdarahan lanjut, dan (3) pemberian resusitasi cairan. Selain itu, desposisi pasien haruslah ditentukan secara cepat dan tepat.
• Memaksimalkan pemberian oksigen
o Jalan nafas pasien haris dinilai secepatnya ketika pertama pasien tiba dan distabilisasikan jika perlu. Kedalaman dan frekuensi pernafasan juga bunyi pernafasan, haruslah dinilai. Jika ditemukan bunyi nafas patologis, (eg, pneumothorax, hemothorax, flail chest) ianya haruslah ditemukan segera. Pemberian oksigen beraliran tinggi harus diberikan kepada semua pasien, dan alat ventilasi harus dipasang, jika perlu.
o Dua selang IV harus segera dipasang. Hukum Poiseuille menyatakan bahawa aliran berbanding terbalik dengan panjang keteter IV dan berbanding lurus dengan radius pangkat empat. Oleh itu, caliber kateter IV yang paling ideal adalah yang pendek tetapi besar, kalibernya lebih signifikan dari penjangnya. Pemasangan IV bias dilakukan secara perkutan pada vena antecubiti, irisan pada vena saphena atau vena-vena pada lengan, ata upada vena sentral dengan menggunakan teknik Seldinger. Sekiranya bias didapatkan garis sentral, tusukan besar pada satu lumen kateter haruslah digunakan. Pada anak kurang dari 6 tahun, tususkan pada intraosseus bias dilakukan. Factor terpenting dalam menentukan jalan masuk jarum adalah ketrampilan dan pengalaman dokter yang bertugas.
o Apabila akses IV telah di dapatkan, resusitasi cairan dimulakan dengan pemberian kristalloid isotonic seperti solusi Ringer Laktat atau normal saline. Bolus permulaan sebanyak 1-2 L diberikan pada orang dewasa (20 mL/kg pada pasien anak), dan respon pasien dinilai.
o Sekiranya tanda vital kembali normal, pasien biasa di awasi untuk memastikan stabilitas, dan pemeriksaan darah harus dilakukan untuk penentuan jenis dan dilakukan uji-silang. Jika tanda vital membaik secara berkala, infuse kristalloid diteruskan dan diberikan darah mengikut tipenya. Seandainya hanya sedikit atau tiada perbaikan sama sekali, infuse kristalloid diteruskan dan darah tipe O diberikan (darah tipe O Rh-negative harus diberikan pada pasien wanita dalam usia reproduksi untuk mencegah sensitasi dan komplikasi akan datang).
o Sekiranya pasien sudah sakarat dan ada tanda-tanda hipotensi (syok kelas IV), kedua crystalloid darah tipe O harus diberi paling pertama. Garis panduan in bukanlah peraturan, terapi harus berdasarkan kondisi pasien.
o Posisi pasien bisa digunakan untuk memperbaiki sirkulasi, salah satu contohnya adalah dengan mengangkat kaki pasien dengan hipotensi sementara cairan diberikan. Contoh lain adalah memutarkan pasien hipotensi yang sedang hamil dengan trauma ke sisi kirinya sehingga fetus bergeser dari vena cava inferior dan meningkatkan sirkulasi. Posisi Trandelenberg tidak lagi direkomendasikan pada pasien hipotensi kerana pasien mempunya predisposisis untuk mendapat aspirasi. Tambahan pula, posisi Trandelenberg tidak memperbaik performa cardiopulmonari malah bisa memperburuk pertukaran gas.
o Autotransfusi mungkin bisa dilakukan pada sesetengah pasien dengan trauma. Beberapa alat yang bisa melakukan koleksi secara steril, antikoagulan, filtrasi dan retransfusi darah sudah bisa didapatkan. Dalam terjadinya trauma, darah ini berasal dari hemotoraks yang terkumpul akibat dari prosedur thoracostomy.
• Mengontrol perdarahan lanjut
o Pengawalan ini tergantung dari sumber perdarahan dan selalunya memerlukan intervensi pembedahan. Pada pasien trauma, perdarahan eksternal harus dikiontrol dengan mengenakan tekanan langsung, manakala perdarahan internal memerlukan intervensi pembedahan. Fraktur tulang panjang harus ditangani dengan traksi untuk mengurangi perdarahan.
o Pada pasien yang nadinya tidak teraba semasa tiba di UGD, thoracostomy darurat dengan penjepitan aorta bisa diindikasikan untuk mengekalkan aliran darah ke otak. Prosedur ini bersifat paliatif, dan memerlukan transfer segera ke kamar operasi.
o Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, vasopressin intravena dan H2 blockers banyak digunakan. Vasopressin biasa dikaitkan dengan banyak efek samping, seperti hipertensi, aritmia, gangrene dan iskemia myocard atau splanchnic. Oleh itu, pemberian vasopressin harus bersifat sekunder setelah tindakan-tindakan definitif yang lain. H2 blockers aman secara relative tetapi tidak terbukti bermanfaat. Infuse somatostatin dan octreotide infusions terbukti mengurang perdarahan GI akibat varises dan penyakit ulser lambung. Agen-agen ini bekerja seperti somatostatin tetapi tanpa efek samping yang signifikan.
o Pada pasien dengan perdarahan varices, penggunaan tube Sengstaken-Blakemore boleh dipertimbangkan. Alat inimempunya balon gaster dan balon esophagus. Balon gaster dikembangkan terlebih dahulu, dan balon esophagus dikembangkan sekiranya perdarahan berlanjut. Penggunaan tube ini telah dikaitkan dengan beberapa efek samping, seperti rupture esophagus, asfiksia, aspirasi dan ulser pada mukosa lambung. Atas alasan-alasan ini, maka penggunaannya harus dianggap bersifat sementara dan dilakukan pada keadaan yang ekstreme.
o Hampir semua perdarahan ginekologi yang menimbulkan syok hipovolemik (eg, kehamilan ektopik, placenta previa, abruptio placenta, ruptured cyst, keguguran) memerlukan intervensi pembedahan.
o Kuncinya adalah konsultasi awal dan penanganan definitif. Objektif yang ingin dicapai di UGD adalah stabilkan pasien hipovolemik ini, tentukan penyebab perdarahan, dan memberikan perawatan definitive secepat yang mungkin. Sekiranya perlu di pindahkan ke RS lain, sumber harus dimobilkan terlebih dahulu.
o Pada pasien dengan trauma, sekiranya petugas UGD telah menentukan adanya kecederaan yang berpotensi menjadi serius, ahli bedah (atau tim trauma) harus sudah diberitahu sebelum pasien tiba. Pada pasien berusia 55 tahun yang dating dengan nyeri abdomen, contohnya, ultrasonography darurat mungkin perlu untuk mengidentifikasi abdominal aortic aneurysm sebelum ahli bedah diberitahu. Setiap pasien harus dievaluasi secara individu, kerana menangguhkan perawatan definitive boleh meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
• Sama ada crystalloids atau colloid lebih baik untuk resusitasi, masih menjadi bahan perbincangan dan penelitian. Banyak jenis cairan telah diteliti untuk digunakan dalam resusitasi, ini termasuklah solusi sodium chloride isotonic, solusi Ringer laktat, solution, albumin, fraksi protein murni, fresh frozen plasma, hetastarch, pentastarch, dan dextran 70.
o Yang mendukung argumentasi resusitasi koliod adalah peningkatan tekanan onkotik yang dihasilkan oleh substansi ini menurunkan edema paru. Akan tetapi, pembuluh darah paru membolehkan aliran beberapa materi, termasuk protein antara ruang intravascular dan interstisial. Keseimbangan tekanan hidrostatik paru kurang dari 15 mm Hg menjadi factor yang lebih penting dalam mencegah edema paru.
o Argumentasi lain adalah jumlah koloid yang lebih sedikit diperlukan untuk meningkatkan volume intravascular. Penelitian menunjukkan bahwa ini benar. Akan tetapi, belum ada yang menunjukkan perbedaan dalam penyembuhan jika menggunakan colloid atau kristaloid.
o Solusi koloid sintetik, seperti hetastarch, pentastarch, and dextran 70, mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan koloid alami seperti fraksi proein murni, fresh frozen plasma, dan albumin. Cairan ini mempunyai bahan yang bisa meninggikan volume, akan tetapi kerana struktur dan berat molekulnya yang besar, cairan ini tetap tinggal dalam ruang intravascular., sehingga menurunkan kejadian edema interstisial. Walaupun ada manfaat yang bersifat teoritis, penelitian gagal untuk menunjukkan perbedaan para peremeter ventilasi, hasil pemeriksaan fungsi paru, jumlah hari penggunaan ventilator, jumlah hari diopname atau survival.
o Kombinasi hypertonic saline dan dextran juga telah diteliti kerana adanya bukti bahwa ia bisa meningkatkan kontraktilitas jantung dan sirkulasi. Penelitian di US dan Japan gagal menunjukkan sebarang perbedaan apabila kombinasi ini dibandingkan dengan solusi sodium chloride isotonic atau solusi Ringer laktat. Oleh itu, walaupun banyak cairan resusitasi yang tersedia, rekomendasi terkini masih tetap pada penggunaan normal saline atau solusi Ringer laktat.
• Hal lain yang menarik berkaitan dengan resusitasi adalah sama ada untuk mengembalikan volume sirkulasi normal dan tekanan darah sebelum control definitive pada perdarahan yang terjadi.
o Semasa Perang Dunia I, Cannon memerhatikan dan mengkarakteristikkan pasien yang mengalami syok klinis. Beliau kemudiannya mencadangkan suatu model hipotensi dalam penanganan luka pada torso, dengan tujuan untuk meminimalkan perdarahan lanjut.
o Penemuan dari penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa binatang yang mengalami perdarahan mengalami peningkatan survival jika mereka menerima resusitasi cairan. Walaupun begitu, dalam penelitian ini, perdarahan dikawal dengan melakukan ligasi selepas merekan mengalami perdarahan.
o Semasa perang Korean dan Vietnam, lebih banyak cairan resusitasi yang lebih agresif, juga akses yang lebih cepat untuk mendapatkan perawatan definitive, telah diperkenalkan. Pasien yang diberikan resusitasi secara agresif menunjukkan perbaikan yang lebih baik, dan pada tahun 1970 prinsip ini dipakai ke atas semua pasien umum.
o Sejak itu, banyak penelitian telah dijalankan untuk menentukan apakah prinsip ini bisa diaplikasikan pada pasien dengan perdarahan tidak terkontrol. Kebanyak penelitian ini menunjukkan peningkatan survival pada hipotensi permisif atau penangguhan perawatan tangan. Teorinya adalah peningkatan tekanan menyebabkan perdarahan lebih banyak dan mengganggu pembekuan yang pertama, sementara hipotensi berat bisa meningkatkan resiko perfusi cerebral.
o Persoalan yang belum terjawab dengan memuaskan adalah seperti berikut: mekanisme dan bentuk kecederaan yang bagaimana yang lebih sesuai untuk restorasi volume darah yang mengalir dalam sirkulasi? Apa tekanan darah yang sesuai tetapi tidak berlebihan?
o Walaupun beberapa data mengindikasikan bahwa tekanan darah sistolik setinggi 80-90 mm Hg mungkin cukup pada trauma kaki tanpa cedera kepala, penelitian lanjut masih diperlukan.
o Rekomendasi terkini adalah dengan pemberian Ringer laktat secara agresif atau normal saline pada semua pasien dengan tanda dan gejala syok, tidak kira apa penyebabnya.

PENGOBATAN
Objektif pengobatan farmakoterapi adalah untuk mengurangkan morbiditas dan mencegah komplikasi.
Kategori obat: Antisecretory agents
Nama obat Somatostatin (Zecnil) – biasanya merupakan tetradecapeptide yang diisolasi dari hypothalamus dan pancreas dan sel epitel enteric. Menghilangkan aliran darah ke system porta akibat vasokonstriksi. Efeknya sama seperti vasopressin tetapi tidak menyebabkan vasokonstriksi arteri koronari. Cepat dikeluarkan dari sirkulasi, dengan waktu-paruh permulaan selama 1-3 min.
Dosis Dewasa 250 mcg IV bolus, diikuti 250-500 mcg/jam infus; dikekalkan pada 2-5 d jika berhasil
Dosis Anak -
Kontraindikasi Hypersensitivitas
Interaksi Epinephrine, demeclocycline, dan thyroid hormone bisa mengurangi efek
Kehamilan -
Pengawasan Bisa menyebabkan eksaserbasi atau kelainan pada empedu; mengubah keseimbangan hormone dan mungkin menimbulkan hypothyroidism dan defek pada konduksi jantung
Nama obat Octreotide (Sandostatin) – octapeptide sintetik. Dibandingkan dengan somatostatin, cara kerjanya sama tetapi dengan potensi yang lebih besar dan waktu kerja yang lebih lama.

digunakan sebagai tambahan kepada pelaksanaan non-operatif dari sekresi cutaneous fistula lambung, duodenum, usus kecil (jejunum dan ileum), atau pancreas.
Dosis Dewasa 25-50 mcg/h IV infuse berterusan; diikuti dengan IV bolus sebanyak 50 mcg; perawatan sehingga 5 d
Dosis Anak 1-10 mcg/kg IV q12h; diencerkan dalam 50-100 mL NS atau D5W
Kontraindikasi Hypersensitivitas
Interaksi Bisa menurunkan efek cyclosporine; pasien yang mengambil insulin, hypoglycemics oral, beta-blockers dan calcium channel blockers mungkin memerlukan modifikasi dosis
Kehamilan B – biasanya aman tapi manfaat harus melebihi resiko
Pengawasan Efek samping biasabya berkaitan dengan perubahan motilitas GI termasuk nausea, nyeri abdomen, diarrhea, dan meningkatkan prevalensi terjadinya batu empedu; akibat perubahan keseimbangan hormon, (insulin, glucagon dan GH) hypo- atau hyperglycemia bisa terlihat; bradycardia, abnormalitas konduksi jantung, dan aritmia pernah dilaporkan; akibat inhibisi sekresi TSH, hypothyroidism bisa timbul; nasihatkan pengawasan untuk pasien dengan gagal ginjal; cholelithiasis bisa terjadi

TINDAKAN LANJUT
Komplikasi:
• Tumor endokrin
o Tumor mungkin menghiper sekresikan hormone, menyebabkan hiperkalsemia dan nephrolithiasis rekuren (hyperparathyroidism), Zollinger-Ellison syndrome (hypergastrinemia), hypoglycemia (hyperinsulinemia), amenorrhea (hyperprolactinemia), atau acromegaly (kelebihan growth hormone).
o Tumors kalenjar pituitary bisa menyebabkan timbulnya gejala dengan dampak yang besar.
o Tumor endokrin pancreas, terutama gastrinomas, menjadi ganas pada kira-kira 50% pasien dengan MEN1. jika tidak dirawat, pasien bisa meninggal akibat ulser lambung atau endocrine pancreatic carcinoma yang telah bermetastase.
• Tumor cutaneous: Angiofibroma, collagenoma, dan lipoma biasanya tidak meimbulkan gejala, dan biasanya hanya hanya mempunyai kepentingan kosmetik.

TAMBAHAN
Medical/Legal Pitfalls:
• Kesalahan yang biasa dilakukan dalam pelaksanaan syok hipovolemik adalah kegagalan untuk mengenalpasti secara dini.
o Kesalahan ini menyebabkan terlambatnya membuat diagnosis dan pemberian resusitasi pada pasien.
o Biasanya disebabkan oleh ketergantungan pada tekanan darah atau tingkat hematokrit partama, yang mana harusnya pada tanda penurunan perfusi perifer, untuk menegakkan diagnosis.
o Kecederaan pada pasien trauma bisa terlewatkan, terutama jika pemeriksa lebih terfokus pada cedera yang jelas terlihat. Kesalahan ini bisa dielakkan dengan melakukan pemeriksaan fisis lengkap, secara berterusan dan mengawasi status pasien dan melakukan pemeriksaan secara bersiri.
o Individu yang lebih tua mempunyai toleransi yang kurang terhadap hipovolemia dibandingkan dengan populasi umum. Terapi yang bersifat agresif harus diberikan lebih dini untuk mencegah komplikasi seperti myocardial infarction dan stroke.
o Pada pasien yang memerlukan resusitasi cairan secara ekstensif, pengawasan harus dilakukan untuk mencegah hipotermia, kerana ini bisa menimbulkan koagulopati atau aritmia. Hipotermia bisa diatasi dengan menghangatkan cairan intravena sebelum diberikan pada pasien.
o Pasien yang mengambil beta-blockers atau calcium-channel blockers dan yang menggunakan pacemakers bisa tidak mengalami respon tachycardia akibat hipovolemia; kurangnya respon ini bisa menyebabkan terlambatnya penegakan diagnosis syok hipovolemik. Untuk meminimalkan keterlambatan ini, anamnesis harus selalu memasukkan riwayat pengobatan pasien. Dokter juga harus lebih mengandalkan tanda-tanda penurunan perfusi perifer daripada takikardi.
o Coagulopati bisa terjadi pada pasien yang menerima resusitasi dengan jumlah cairan yang sangat banyak. Ini akibat dari dilusi platlet dan factor pembekuan tetapi ini jarang terjadi pada jam-jam pertama pemberian resusitasi. Garis dasar penelitian koagulasi harus dibuat dan harus menjadi panduan dalam pemberian platelets dan fresh frozen plasma.

Tidak ada komentar: